oleh:abdul ckamim
1.
Latar Belakang perlunya materi nikah
Mayoritas siswa SMP sudah mengenal apa itu
pacaran, sehingga mereka menomorduakan pendidikan. Lebih fatalnya mereka lebih
memilih menikah dari pada melanjutkan ke jenjang pendidikan lebih tinggi
seperti SMA. Karena sejak kecil mereka sudah mengenal apa itu pacaran sehingga
mereka menganggap sekolah kurang begitu penting. Mereka belum bisa berfikir
panjang dengan apa yang menjadi keputusannya, yang mereka pikirkan hanya
pacaran dan pacaran. Dari berpacaran mereka berfikir untuk menikah.
Untuk itu dengan adanya materi menikah untuk
siswa SMP, akan sedikit membuka hati, dan pikiran mereka bahwa menikah itu
tidak sekedar ijab qabul, melainkan ada kewajiban antara suami, istri, maupun
suami dan istri, dan sebagainya. Sehingga mereka tidak dengan mudah untuk
mengatakan “iya” saja dalam hal menikah.
2.
Ringkasan materi nikah
A. Definisi nikah
Nikah dari segi
bahasa berasal dari kata "kumpul" dan definisi secara syara' adalah
suatu akad yang mengarah kepada bolehnya jima' dengan mengucap lafadz nikah.
1. Nikah
adalah salah satu sunnah (ajaran) yang sangat dianjurkan oleh Rasul Shalallahu
‘Alaihi Wassalam dalam sabdanya:
“Wahai para pemuda, siapa di antara kalian yang
mampu menikah (jima’ dan biayanya) maka nikahlah, karena ia lebih dapat
membuatmu menahan pandangan dan memelihara kemaluan. Barangsiapa tidak mampu
menikah maka berpuasalah, karena hal itu baginya adalah pelemah syahwat.” (HR.
Bukhari dan Muslim)
2. Nikah
adalah satu upaya untuk menyempurnakan iman. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi
Wassalam bersabda:
“Barangsiapa
menikah maka ia telah menyempurnakan separuh iman, hendaklah ia menyempurnakan
sisanya.” (HR. ath Thabrani, dihasankan oleh Al Albani)
3. Nikah
adalah satu benteng untuk menjaga masyarakat dari kerusakan, dekadensi moral
dan asusila. Maka mempermudah pernikahan syar’i adalah solusi dari semu itu.
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Jika
datang kepadamu orang yang kamu relakan akhlak dan agamanya maka nikahkanlah,
jika tidak kamu lakukan maka pasti ada fitnah di muka bumi dan kerusakan yang
besar.” (HR. Hakim, hadits shahih)
B. Hukum Nikah
Para
ulama menyebutkan bahwa nikah diperintahkan karena dapat mewujudkan maslahat;
memelihara diri, kehormatan, mendapatkan pahala dan lain-lain. Oleh karena itu,
apabila pernikahan justru membawa madharat maka nikahpun dilarang. Dari sini
maka hukum nikah dapat dibagi menjadi lima:
1. Sunnah bagi orang yang memiliki syahwat
(keinginan kepada wanita) tetapi tidak khawatir berzina atau terjatuh dalam hal
yang haram jika tidak menikah, sementara dia mampu untuk menikah.
Karena
Allah telah memerintahkan dan Rasulpun telah mengajarkannya. Bahkan di dalam
nikah itu ada banyak kebaikan, berkah dan manfaat yang tidak mungkin diperoleh
tanpa nikah, sampai Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Dalam kemaluanmu ada sedekah.” Mereka
bertanya:”Ya Rasulullah , apakah salah seorang kami melampiaskan syahwatnya
lalu di dalamnya ada pahala?” Beliau bersabda:”Bagaimana menurut kalian, jika
ia meletakkannya pada yang haram apakah ia menanggung dosa? Begitu pula jika ia
meletakkannya pada yang halal maka ia mendapatkan pahala.” (HR. Muslim, Ibnu
Hibban)
Juga
sunnah bagi orang yang mampu yang tidak takut zina dan tidak begitu membutuhkan
kepada wanita tetapi menginginkan keturunan. Juga sunnah jika niatnya ingin
menolong wanita atau ingin beribadah dengan infaqnya.
2. Wajib
bagi yang mampu nikah dan khawatir zina atau maksiat jika tidak menikah. Sebab
menghindari yang haram adalah wajib, jika yang haram tidak dapat dihindari
kecuali dengan nikah maka nikah adalah wajib (QS. al Hujurat:6). Ini bagi kaum
laki-laki, adapun bagi perempuan maka ia wajib nikah jika tidak dapat membiayai
hidupnya (dan anak-anaknya) dan menjadi incaran orang-orang yang rusak,
sedangkan kehormatan dan perlindungannya hanya ada pada nikah, maka nikah
baginya adalah wajib.
3. Mubah
bagi yang mampu dan aman dari fitnah, tetapi tidak membutuhkannya atau tidak
memiliki syahwat sama sekali seperti orang yang impotent atau lanjut usia, atau
yang tidak mampu menafkahi, sedangkan wanitanya rela dengan syarat wanita
tersebut harus rasyidah (berakal).
4. Haram
menikah bagi orang yang tidak mampu menikah (nafkah lahir batin) dan ia tidak
takut terjatuh dalam zina atau maksiat lainnya, atau jika yakin bahwa dengan
menikah ia akan jatuh dalam hal-hal yang diharamkan. Juga haram nikah di darul
harb (wilayah tempur) tanpa adanya faktor darurat, jika ia menjadi tawanan maka
tidak diperbolehkan nikah sama sekali.
5. Makruh
menikah jika tidak mampu karena dapat menzhalimi isteri, atau tidak minat
terhadap wanita dan tidak mengharapkan keturunan.. Juga makruh jika nikah dapat
menghalangi dari ibadah-ibadah sunnah yang lebih baik. Makruh berpoligami jika
dikhawatirkan akan kehilangan maslahat yang lebih besar.
C. Rukun Nikah
1.
Ijab:
ucapan yang terlebih dahulu terucap dari mulut salah satu kedua belah pihak
untuk menunjukkan keinginannya membangun ikatan.
2.
Qabul:
apa yang kemudian terucap dari pihak lain yang menunjukkan kerelaan/
kesepakatan/ setuju atas apa yang tela siwajibkan oleh pihak pertama.
3.
Adanya
kedua mempelai (calon suami dan calon istri)
4.
Wali
5.
Saksi
D. Syarat-syarat Nikah
1.
Syarat
calon pengantin pria sebagai berikut :
Beragama
Islam, tidak dipaksa,mengetahui bakal istri tidak haram dinikahinya, tidak
sedang dalam ihram atau umrah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: “Seorang yang sedang berihram tidak boleh menikahkan, tidak boleh
dinikahkan, dan tidak boleh mengkhitbah.” (HR. Muslim)
2.
Syarat
calon pengantin wanita sebagai berikut :
Beragama
Islam,tidak bersuami dan tidak dalam iddah,terang orangnya,tidak sedang dalam
ihram haji atau umrah
3.
Syarat
wali sebagai berikut :
Beragama
Islam,baligh,berakal,tidak dipaksa,adil,tidak sedang ihram haji atau umrah
4.
Syarat
saksi
Beragama
Islam,Laki-laki,baligh,berakal,adil,bisa bercakap-cakap (tidak bisu),tidak
pelupa ( mughhaffal),mengerti maksud ijab dan qobul,tidak merangkap menjadi
wali
E. HAK BERSAMA SUAMI ISTRI
1.
Suami
istri, hendaknya saling menumbuhkan suasana mawaddah dan rahmah. (Ar-Rum: 21)
2.
Hendaknya
saling mempercayai dan memahami sifat masing-masing pasangannya. (An-Nisa’: 19
– Al-Hujuraat: 10)
3.
Hendaknya
menghiasi dengan pergaulan yang harmonis. (An-Nisa’: 19)
4.
Hendaknya
saling menasehati dalam kebaikan. (Muttafaqun Alaih)
F. Macam-macam Nikah
Nikah yang tidak sah menurut syari’at
1. Nikah
mut’ah
Mut’ah
berasal dari kata “mata’a” yang berarti
menikmati. Nikah Mut’ah disebut juga nikah sementara atau nikah yang terputus.
seperti : satu hari, satu minggu, satu bulan. Nikah mut’ah dalam istilah hukum
biasa disebut: “perkawinan untuk masa tertentu”, dalam arti pada waktu akad
dinyatakan ikatan berlaku perkawinan sampai masa tertentu yang bila masa itu
telah datang, perkawinan terputus dengan sendirinya tanpa melalui proses
perceraian
Nikah
ini dilarang berdasarkan hadist Nabi: Dari Ali bin Abi Tholib, Ia berkata:
sesungguhnya
Rasul saw melarang nikah mut’ah dengan perempuan-perempuan pada waktu perang
khaibar.
Contoh
nikah mut’ah: suatu ketika Adi pergi ke Jepang, kemudian Adi menikahi Desy
dengan masa kiontrak selama tiga tahun. Setelah masa kontrak habis, secara
otomatis Desy sudah bukan menjadi istrinya lagi.
2. Nikah
Syighar
syighar
adalah perikahan dengan sejumlah kompensasi tukar menukar anak putrinya atau
saudara perempuannya atau budak perempuannya. Dalam kata lain disebut saling
menikah sebagai maharnya adalah manfaat kelamin anak putrinya atau saudara perempuannya atau budak
perempuannya.[6] Pernikahan semacam ini dalam Islam dilarang, berdasarkan
hadist Nabi: Dari Abu Hurairah RA, ia berkata : Rasulullah SAW melarang nikah
syighar. Sedang nikah syighar yaitu, seorang laki-laki berkata, “Nikahkanlah
aku dengan anak perempuanmu, dan aku akan menikahkan kamu dengan anak
perempuanku, atau nikahkanlah aku dengan saudara perempuanmu dan aku akan
menikahkan kamu dengan saudara perempuanku”. [HR. Muslim]
Contoh
nikah syighar: Seorang laki-laki bernama Dedi, mempunyai anak perempuan bernama
Susy. Dedi mempunyai tetangga bernama Heru yang secara kebetulan Heru juga
mempunyai anak perempuan bernama Lia. Dedi ingin menikahkan Susy dengan Heru.
Heru pun menerima permintaan Dedi tapi dengan syarat anak perempuan Heru, yaitu
Lia harus dinakahkan denganya (Heru).
3. Nikah
Muhallil
Nikah
muhallil adalah seorang perempuan dicerai tiga kali (talak bain kubra) maka
haramlah menikahinya berdasarkan firman Allah: “Maka perempuan itu tidak lagi
halal baginya hingga Dia kawin dengan suami yang lain”. (Q.S Al Baqarah: 230)
Contoh
nikah tahlil:Seorang suami bernama Andi mentalak istrinya yang bernama Rina
sebanyak tiga kali, karena Andi masih mencintai Rina dan ingin kembali
memperistri Rina, Andi menyuruh Umar untuk menikahi Rina sebagai perantara agar
Andi bisa menikah lagi dengan Rina.
4.Nikah
Muhrim
Nikah
muhrim adalah seorang laki-laki yang menikah, sedangkan ia dalam keadaan ihram
untuk haji atau umrah sebelum tahalul. Hukum pernikahan ini batal. Jika ia
menginginkan nikah dengannya maka ia melaksanakan akad kembali setelah selesai haji atau umrahnya, berdasarkan sabda nabi:
Dari Utsman bin Affan, sesungguhnya Rasullah Saw bersabda: “Orang yang berihrom
tidak menikah dan tidak menikahkan”(HR. Muslim).
Maksudnya
ia tidak melaksanakan akad nikah baginya dan ia tidak melaksanakan akad untuk
orang lain. Larangan ini bersifat haram, yakni mengharuskan kebatalan.
Contoh:
Pada saat Anwar sedang melaksanakan ihram untuk ibadah haji atau umroh saat itu
juga dia menikah dengan seorang wanita yang bernama Nisa’.
5.Nikah Masa Iddah
Nikah
masa ‘iddah yaitu laki-laki yang menikahi perempuan yang masih ‘iddah baik
karena perceraian ataupun kematian. Pernikahan ini bathil hukumnya, yaitu
hendaknya mereka berdua dipisahkan karena batalnya akad dan ketetapan mahar
tetap bagi perempuan meski ia tidak bercampur denganya. Diharamkan baginya
menikahinya sehingga setelah habis masa ‘iddahnya sebagai hukuman baginya. Hal
itu juga berdasarkan firman Allah: “Dan janganlah kamu ber’azam (bertetap hati)
untuk beraqad nikah, sebelum habis ‘iddahnya“. (QS. Al-Baqarah: 235)
6.Nikah tanpa wali
Nikah
tanpa wali yaitu laki-laki yang menikahi perempuan tanpa izin walinya. Nikah
ini batil karena kurangnya rukun pernikahan, yaitu wali, Rasulullah
bersabda:Telah mengkhabarkan kepada kami Abu ‘Abdillah Al-Haafidh : Telah
mengkhabarkan kepada kami Abul-‘Abbaas, ia adalah Al-Asham : Telah
mengkhabarkan kepada kami Ahmad bin ‘Abdil-Hamiid : Telah mengkhabarkan kepada
kami Abu Usaamah, dari Sufyaan, dari Salamah bin Kuhail, dari Mu’aawiyyah bin
Suwaid, yaitu Ibnu Muqrin, dari ayahnya, dari ‘Aliy, ia berkata : “Wanita mana
saja yang dinikahkan tanpa ijin dari walinya, maka pernikahannya itu baathil.
Tidak sah pernikahan kecuali dengan ijin seorang wali” (HR. Al-Baihaqiy)
3.
Apakah
sudah sesuai dengan perkembangan peserta didik SMA dalam hal intelektual dan
psikologi
Alangkah
baiknya materi nikah diberikan untuk siswa SMP kelas 3, karena kalau melihat
banyaknya lulusan siswa SMP yang lebih memilih menikah daripada melanjutkan ke
SMA atau sederajat. Selain itu anak-anak SMP zaman sekarang berbeda dengan anak
SMP zaman dulu. Siswa SMP zaman sekarang sangat nyambung sekali untuk berbicara
masalah nikah, akal merekapun sudah sampai dalam menerima. Dibuktikan dengan
banyaknya siswa SMP yang sudah menikah, untuk mengurangi hal itu maka lebih
baik materi nikah diajarkan pada siswa SMP.
4.Saran atau
solusi untuk pengembangannya
Angka Kesadaran
untuk melanjutkan ke sekolah yang berjenjang lebih tinggi masih rendah. Banyak
hal yang mempengaruhi seperti angka pernikahan dini. Untuk mengurangi angka
pernikahan dini maka siswa harus diberi pencerahan, misalnya diberikan
penjelasan tentang dampak menikah di usia dini.
Ada beberapa
dampak dari pernikahan dini:
1.Kekerasan
dari orangtua atau keluarga
Anak bisa
mengalami kekerasan dari orangtua atau keluarga bila menolak untuk dinikahkan.
2.Semakin
meningkatnya perceraian
Lebih dari 50
persen pernikahan anak tidak berhasil, dan akhirnya bercerai. Bahkan ada juga
kasus yang menjalani pernikahan hanya dalam hitungan minggu lalu berpisah.
3.Faktor
ekonomi
Kemiskinan
meningkat, karena belum siap secara ekonomi
4.Kebebasan
anak dari orangtua
Setelah menikah
maka perempuan akan dibebaskan oleh orangtuanya. Mereka akan keluar dari
desanya atau rumahnya dan memilih bekerja