Minggu, 19 Mei 2013

FIQIH MENIKAH


 oleh:abdul ckamim

1.        Latar Belakang perlunya materi nikah

Mayoritas siswa SMP sudah mengenal apa itu pacaran, sehingga mereka menomorduakan pendidikan. Lebih fatalnya mereka lebih memilih menikah dari pada melanjutkan ke jenjang pendidikan lebih tinggi seperti SMA. Karena sejak kecil mereka sudah mengenal apa itu pacaran sehingga mereka menganggap sekolah kurang begitu penting. Mereka belum bisa berfikir panjang dengan apa yang menjadi keputusannya, yang mereka pikirkan hanya pacaran dan pacaran. Dari berpacaran mereka berfikir untuk menikah.
Untuk itu dengan adanya materi menikah untuk siswa SMP, akan sedikit membuka hati, dan pikiran mereka bahwa menikah itu tidak sekedar ijab qabul, melainkan ada kewajiban antara suami, istri, maupun suami dan istri, dan sebagainya. Sehingga mereka tidak dengan mudah untuk mengatakan “iya” saja dalam  hal menikah.

2.        Ringkasan materi nikah

A.   Definisi nikah


Nikah dari segi bahasa berasal dari kata "kumpul" dan definisi secara syara' adalah suatu akad yang mengarah kepada bolehnya jima' dengan mengucap lafadz nikah.

1.    Nikah adalah salah satu sunnah (ajaran) yang sangat dianjurkan oleh Rasul Shalallahu ‘Alaihi Wassalam dalam sabdanya:

“Wahai para pemuda, siapa di antara kalian yang mampu menikah (jima’ dan biayanya) maka nikahlah, karena ia lebih dapat membuatmu menahan pandangan dan memelihara kemaluan. Barangsiapa tidak mampu menikah maka berpuasalah, karena hal itu baginya adalah pelemah syahwat.” (HR. Bukhari dan Muslim)

2.    Nikah adalah satu upaya untuk menyempurnakan iman. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:

“Barangsiapa menikah maka ia telah menyempurnakan separuh iman, hendaklah ia menyempurnakan sisanya.” (HR. ath Thabrani, dihasankan oleh Al Albani)

3.    Nikah adalah satu benteng untuk menjaga masyarakat dari kerusakan, dekadensi moral dan asusila. Maka mempermudah pernikahan syar’i adalah solusi dari semu itu. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:

“Jika datang kepadamu orang yang kamu relakan akhlak dan agamanya maka nikahkanlah, jika tidak kamu lakukan maka pasti ada fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar.” (HR. Hakim, hadits shahih)


B.   Hukum Nikah


Para ulama menyebutkan bahwa nikah diperintahkan karena dapat mewujudkan maslahat; memelihara diri, kehormatan, mendapatkan pahala dan lain-lain. Oleh karena itu, apabila pernikahan justru membawa madharat maka nikahpun dilarang. Dari sini maka hukum nikah dapat dibagi menjadi lima:

1.  Sunnah bagi orang yang memiliki syahwat (keinginan kepada wanita) tetapi tidak khawatir berzina atau terjatuh dalam hal yang haram jika tidak menikah, sementara dia mampu untuk menikah.

Karena Allah telah memerintahkan dan Rasulpun telah mengajarkannya. Bahkan di dalam nikah itu ada banyak kebaikan, berkah dan manfaat yang tidak mungkin diperoleh tanpa nikah, sampai Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:

“Dalam kemaluanmu ada sedekah.” Mereka bertanya:”Ya Rasulullah , apakah salah seorang kami melampiaskan syahwatnya lalu di dalamnya ada pahala?” Beliau bersabda:”Bagaimana menurut kalian, jika ia meletakkannya pada yang haram apakah ia menanggung dosa? Begitu pula jika ia meletakkannya pada yang halal maka ia mendapatkan pahala.” (HR. Muslim, Ibnu Hibban)

Juga sunnah bagi orang yang mampu yang tidak takut zina dan tidak begitu membutuhkan kepada wanita tetapi menginginkan keturunan. Juga sunnah jika niatnya ingin menolong wanita atau ingin beribadah dengan infaqnya.

2. Wajib bagi yang mampu nikah dan khawatir zina atau maksiat jika tidak menikah. Sebab menghindari yang haram adalah wajib, jika yang haram tidak dapat dihindari kecuali dengan nikah maka nikah adalah wajib (QS. al Hujurat:6). Ini bagi kaum laki-laki, adapun bagi perempuan maka ia wajib nikah jika tidak dapat membiayai hidupnya (dan anak-anaknya) dan menjadi incaran orang-orang yang rusak, sedangkan kehormatan dan perlindungannya hanya ada pada nikah, maka nikah baginya adalah wajib.

3. Mubah bagi yang mampu dan aman dari fitnah, tetapi tidak membutuhkannya atau tidak memiliki syahwat sama sekali seperti orang yang impotent atau lanjut usia, atau yang tidak mampu menafkahi, sedangkan wanitanya rela dengan syarat wanita tersebut harus rasyidah (berakal).

4. Haram menikah bagi orang yang tidak mampu menikah (nafkah lahir batin) dan ia tidak takut terjatuh dalam zina atau maksiat lainnya, atau jika yakin bahwa dengan menikah ia akan jatuh dalam hal-hal yang diharamkan. Juga haram nikah di darul harb (wilayah tempur) tanpa adanya faktor darurat, jika ia menjadi tawanan maka tidak diperbolehkan nikah sama sekali.


5. Makruh menikah jika tidak mampu karena dapat menzhalimi isteri, atau tidak minat terhadap wanita dan tidak mengharapkan keturunan.. Juga makruh jika nikah dapat menghalangi dari ibadah-ibadah sunnah yang lebih baik. Makruh berpoligami jika dikhawatirkan akan kehilangan maslahat yang lebih besar.

C.   Rukun Nikah


1.   Ijab: ucapan yang terlebih dahulu terucap dari mulut salah satu kedua belah pihak untuk menunjukkan keinginannya membangun ikatan.
2.   Qabul: apa yang kemudian terucap dari pihak lain yang menunjukkan kerelaan/ kesepakatan/ setuju atas apa yang tela siwajibkan oleh pihak pertama.
3.   Adanya kedua mempelai (calon suami dan calon istri)
4.   Wali
5.   Saksi

D.   Syarat-syarat Nikah

1.      Syarat calon pengantin pria sebagai berikut :
Beragama Islam, tidak dipaksa,mengetahui bakal istri tidak haram dinikahinya, tidak sedang dalam ihram atau umrah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Seorang yang sedang berihram tidak boleh menikahkan, tidak boleh dinikahkan, dan tidak boleh mengkhitbah.” (HR. Muslim)
2.      Syarat calon pengantin wanita sebagai berikut :
Beragama Islam,tidak bersuami dan tidak dalam iddah,terang orangnya,tidak sedang dalam ihram haji atau umrah
3.      Syarat wali sebagai berikut :
Beragama Islam,baligh,berakal,tidak dipaksa,adil,tidak sedang ihram haji atau umrah
4.      Syarat saksi
Beragama Islam,Laki-laki,baligh,berakal,adil,bisa bercakap-cakap (tidak bisu),tidak pelupa ( mughhaffal),mengerti maksud ijab dan qobul,tidak merangkap menjadi wali

E.    HAK BERSAMA SUAMI ISTRI

1.      Suami istri, hendaknya saling menumbuhkan suasana mawaddah dan rahmah. (Ar-Rum: 21)
2.      Hendaknya saling mempercayai dan memahami sifat masing-masing pasangannya. (An-Nisa’: 19 – Al-Hujuraat: 10)
3.      Hendaknya menghiasi dengan pergaulan yang harmonis. (An-Nisa’: 19)
4.      Hendaknya saling menasehati dalam kebaikan. (Muttafaqun Alaih)

F.      Macam-macam Nikah

Nikah yang tidak sah menurut syari’at

        1.      Nikah mut’ah

Mut’ah berasal dari kata “mata’a”  yang berarti menikmati. Nikah Mut’ah disebut juga nikah sementara atau nikah yang terputus. seperti : satu hari, satu minggu, satu bulan. Nikah mut’ah dalam istilah hukum biasa disebut: “perkawinan untuk masa tertentu”, dalam arti pada waktu akad dinyatakan ikatan berlaku perkawinan sampai masa tertentu yang bila masa itu telah datang, perkawinan terputus dengan sendirinya tanpa melalui proses perceraian

Nikah ini dilarang berdasarkan hadist Nabi: Dari Ali bin Abi Tholib, Ia berkata:
sesungguhnya Rasul saw melarang nikah mut’ah dengan perempuan-perempuan pada waktu perang khaibar.                                                                                        
Contoh nikah mut’ah: suatu ketika Adi pergi ke Jepang, kemudian Adi menikahi Desy dengan masa kiontrak selama tiga tahun. Setelah masa kontrak habis, secara otomatis Desy sudah bukan menjadi istrinya lagi.

    2.     Nikah Syighar
syighar adalah perikahan dengan sejumlah kompensasi tukar menukar anak putrinya atau saudara perempuannya atau budak perempuannya. Dalam kata lain disebut saling menikah sebagai maharnya adalah manfaat kelamin anak putrinya atau  saudara perempuannya atau budak perempuannya.[6] Pernikahan semacam ini dalam Islam dilarang, berdasarkan hadist Nabi: Dari Abu Hurairah RA, ia berkata : Rasulullah SAW melarang nikah syighar. Sedang nikah syighar yaitu, seorang laki-laki berkata, “Nikahkanlah aku dengan anak perempuanmu, dan aku akan menikahkan kamu dengan anak perempuanku, atau nikahkanlah aku dengan saudara perempuanmu dan aku akan menikahkan kamu dengan saudara perempuanku”. [HR. Muslim]
Contoh nikah syighar: Seorang laki-laki bernama Dedi, mempunyai anak perempuan bernama Susy. Dedi mempunyai tetangga bernama Heru yang secara kebetulan Heru juga mempunyai anak perempuan bernama Lia. Dedi ingin menikahkan Susy dengan Heru. Heru pun menerima permintaan Dedi tapi dengan syarat anak perempuan Heru, yaitu Lia harus dinakahkan denganya (Heru).


    3.     Nikah Muhallil
Nikah muhallil adalah seorang perempuan dicerai tiga kali (talak bain kubra) maka haramlah menikahinya berdasarkan firman Allah: “Maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga Dia kawin dengan suami yang lain”. (Q.S Al Baqarah: 230)
Contoh nikah tahlil:Seorang suami bernama Andi mentalak istrinya yang bernama Rina sebanyak tiga kali, karena Andi masih mencintai Rina dan ingin kembali memperistri Rina, Andi menyuruh Umar untuk menikahi Rina sebagai perantara agar Andi bisa menikah lagi dengan Rina.

     4.Nikah Muhrim
Nikah muhrim adalah seorang laki-laki yang menikah, sedangkan ia dalam keadaan ihram untuk haji atau umrah sebelum tahalul. Hukum pernikahan ini batal. Jika ia menginginkan nikah dengannya maka ia melaksanakan akad kembali setelah selesai  haji atau umrahnya, berdasarkan sabda nabi: Dari Utsman bin Affan, sesungguhnya Rasullah Saw bersabda: “Orang yang berihrom tidak menikah dan tidak menikahkan”(HR. Muslim).
Maksudnya ia tidak melaksanakan akad nikah baginya dan ia tidak melaksanakan akad untuk orang lain. Larangan ini bersifat haram, yakni mengharuskan kebatalan.
Contoh: Pada saat Anwar sedang melaksanakan ihram untuk ibadah haji atau umroh saat itu juga dia menikah dengan seorang wanita yang bernama Nisa’.

    5.Nikah Masa Iddah
Nikah masa ‘iddah yaitu laki-laki yang menikahi perempuan yang masih ‘iddah baik karena perceraian ataupun kematian. Pernikahan ini bathil hukumnya, yaitu hendaknya mereka berdua dipisahkan karena batalnya akad dan ketetapan mahar tetap bagi perempuan meski ia tidak bercampur denganya. Diharamkan baginya menikahinya sehingga setelah habis masa ‘iddahnya sebagai hukuman baginya. Hal itu juga berdasarkan firman Allah: “Dan janganlah kamu ber’azam (bertetap hati) untuk beraqad nikah, sebelum habis ‘iddahnya“. (QS. Al-Baqarah: 235)

    6.Nikah tanpa wali
Nikah tanpa wali yaitu laki-laki yang menikahi perempuan tanpa izin walinya. Nikah ini batil karena kurangnya rukun pernikahan, yaitu wali, Rasulullah bersabda:Telah mengkhabarkan kepada kami Abu ‘Abdillah Al-Haafidh : Telah mengkhabarkan kepada kami Abul-‘Abbaas, ia adalah Al-Asham : Telah mengkhabarkan kepada kami Ahmad bin ‘Abdil-Hamiid : Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Usaamah, dari Sufyaan, dari Salamah bin Kuhail, dari Mu’aawiyyah bin Suwaid, yaitu Ibnu Muqrin, dari ayahnya, dari ‘Aliy, ia berkata : “Wanita mana saja yang dinikahkan tanpa ijin dari walinya, maka pernikahannya itu baathil. Tidak sah pernikahan kecuali dengan ijin seorang wali” (HR. Al-Baihaqiy)

3.    Apakah sudah sesuai dengan perkembangan peserta didik SMA dalam hal intelektual dan psikologi
Alangkah baiknya materi nikah diberikan untuk siswa SMP kelas 3, karena kalau melihat banyaknya lulusan siswa SMP yang lebih memilih menikah daripada melanjutkan ke SMA atau sederajat. Selain itu anak-anak SMP zaman sekarang berbeda dengan anak SMP zaman dulu. Siswa SMP zaman sekarang sangat nyambung sekali untuk berbicara masalah nikah, akal merekapun sudah sampai dalam menerima. Dibuktikan dengan banyaknya siswa SMP yang sudah menikah, untuk mengurangi hal itu maka lebih baik materi nikah diajarkan pada siswa SMP.
4.Saran atau solusi untuk pengembangannya

Angka Kesadaran untuk melanjutkan ke sekolah yang berjenjang lebih tinggi masih rendah. Banyak hal yang mempengaruhi seperti angka pernikahan dini. Untuk mengurangi angka pernikahan dini maka siswa harus diberi pencerahan, misalnya diberikan penjelasan tentang dampak menikah di usia dini.
Ada beberapa dampak dari pernikahan dini:

1.Kekerasan dari orangtua atau keluarga
Anak bisa mengalami kekerasan dari orangtua atau keluarga bila menolak untuk dinikahkan.

2.Semakin meningkatnya perceraian
Lebih dari 50 persen pernikahan anak tidak berhasil, dan akhirnya bercerai. Bahkan ada juga kasus yang menjalani pernikahan hanya dalam hitungan minggu lalu berpisah.

3.Faktor ekonomi
Kemiskinan meningkat, karena belum siap secara ekonomi

4.Kebebasan anak dari orangtua
Setelah menikah maka perempuan akan dibebaskan oleh orangtuanya. Mereka akan keluar dari desanya atau rumahnya dan memilih bekerja

Tidak ada komentar:

Posting Komentar